PENERAPAN KESELAMATAN PASEN DI PELAYANAN RADIOLOGI
PENDAHULUAN
Publikasi terbaru di AS tahun 2011 menunjukkan 1 dari 3 pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami KTD. Jenis yang paling sering adalah kesalahan pengobatan, kesalahan operasi dan prosedur, serta infeksi nosokomial. “Belum lagi dari studi 10 rumah sakit di North Carolina menemukan hasil serupa. Satu dari 4 pasien rawat inap mengalami KTD, 63% di antaranya sebenarnya dapat dicegah dan ternyata upaya penurunan KTD di negara maju berjalan lambat,”
Publikasi terbaru di AS tahun 2011 menunjukkan 1 dari 3 pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami KTD. Jenis yang paling sering adalah kesalahan pengobatan, kesalahan operasi dan prosedur, serta infeksi nosokomial. “Belum lagi dari studi 10 rumah sakit di North Carolina menemukan hasil serupa. Satu dari 4 pasien rawat inap mengalami KTD, 63% di antaranya sebenarnya dapat dicegah dan ternyata upaya penurunan KTD di negara maju berjalan lambat,”
Sementara itu di Indonesia, keselamatan pasien telah menjadi perhatian serius.
Oleh
sebab Keselamatan pasien merupakan isu utama akhir-akhir ini baik di
Indonesia maupun di luar negeri. Kepedulian pengambil kebijakan,
manajemen dan praktisi klinis terhadap keselamatan pasien. Berbagai
seminar, workshop, dan pelatihan banyak diadakan; patient safety, risk
management, clinical audit, patient safety indicators – dengan berbagai
motif.
Bahwa sistem regulasi pelayanan kesehatan bersifat kompleks.
Di
Indonesia, mutu pelayanan dan keselamatan pasien disebutkan secara
eksplisit dalam UU Kesehatan No 36/2009, antara lain, melalui uji
kompetensi tenaga kesehatan, kendali mutu, pelayanan sesuai standar dan
audit medis, Sarana dan prasarana serta SDM kesehatan harus
terstandarisasi. Sementara itu, di Indonesia sosialisasi serta pelatihan
mutu dan keselamatan pasien telah dilakukan secara aktif oleh
pemerintah dan institusi lainnya sejak 2005.
Oleh karena setiap individu yang menangani pasen memungkinkan timbulnya potensi KTD, oleh sebab itu dibutuhkan kecermatan dan ketelitian dengan memberikan pelayanan prima bermutu tinggi.dengan selalu memperhatikan keselamatan pasen. Meskipun secara alamiah pasen telah memiliki risiko akibat penyakit yang dideritanya, risiko akibat kejadian yang tidak diharapkan (KTD) tentu akan semakin memperparah kondisi pasien. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Setelah
lima tahun, profesi kesehatan dan rumah sakit mulai terbuka dan
menyadari pentingnya mutu dan keselamatan pasien. Istilah medical
errors, KTD tidak lagi menimbulkan resistensi.
Instalasi
Radiologi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan yang memanfaatkan radiasi pengion dan non pengion
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menuju masyarakat
sehat.
Di Instalasi radiologi baik yang mempunyai fasilitas sederhana maupun yang modern merupakan organisasi padat Ilmu pengetahuan dan teknologi, padat profesi, padat mutu serta padat resiko, sehingga tidak mengherankan kejadian tidak diinginkan ( KTD ) kemungkinan dapat terjadi, timbulnya injuri mulai dari ringan sampai berakibat fatal pada pasen, Kejadian Tidak Dinginkan tersebut dapat terjadi mulai dari pra radiasi, selama radiasi maupun sesudah radiasi,
Pelayanan Radiologi.
Pelayanan bidang radiologi yang merupakan pelayanan penunjang kesehatan juga perlu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanannya
Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol, terlebih lagi bila di lakukan oleh tenaga yang tidak kompeten atau bukan radiographer.
Untuk itu setiap pengguna, penguasa ataupun pelaksana pelayanan radiologi harus senantiasa merjamin mutu pelayanannya yaitu harus tepat dan aman baik bagi pasien, pekerja maupun lingkungan atau masyarakat sekitarnya.
Kebijakan dan upaya peningkatan mutu pelayanan radiologi pada dasarnya juga sama seperti kebijakan pelayanan kesehatan umumnya yang mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasen antara lain :
- Regulasi perizinan penyelenggaraan radiologi
- Standar Pelayanan Radiologi.
- Pemantapan jejaring pelayanan radiologi
- Penyelenggaraan quality assurance
- Penetapan dan penerapan berbagai stándar pelayanan radiologi
- Pemenuhan persyaratan dalam standar
- Pelaksanaan akreditasi pelayanan radiologi (radiodiagnostik dan radioterapi)
- Peningkatan pengawasan pelaksanaan pelayanan radiologi baik oleh pusat yang dilakukan oleh Depkes dan Bapeten maupun oleh daerah
-Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Pengembangan Teknik Pemeriksaan Radiologi
2. Magnetik Resonansi Imejing
- Sekrining pasen terhadap bahan metal dan ferromagnetic sebelum pemeriksaan bila perlu dengan metal detector.
- Tidak memasukan peralatan medic berbentuk/berbahan metal ke ruang pemeriksaan MRI.
- Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal bila diperlukan pemeriksaan dengan bahan kontras Gadolium
( Lihat lampiran MRI Safety )
Bila dibandingkan dengan pemeriksaan dengan sinar-x pemeriksaan MRI lebih aman.
3. Pemeriksaan Kedokteran Nuklir
Teknik pemeriksaan Kedokteran Nuklir menggunakan radiosotop baik dalam bentuk cair maupun padat biasa disebut radiofarmaka dan jenis radiasi sumber terbuka. Identifikasi pasen harus diperhatikan pada wanita subur dan ibu menyusui hal ini disebabkan karena radiofarmaka ikut dalam metabolisme tubuh Akibat adanya masukan radiofarmaka maka pasen merupakan sumber radiasi oleh sebab yang terpenting adalah mengetahui tingkat aktivitas dan jenis radioframaka yang diberikan. Selain itu penghentian pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi fungsi radioframaka. Pemakaian radiofarmaka di Instalasi Kedokteran Nuklir membutuhkan penanganan khusus, apabila terjadi kontaminasi termasuk pengolahan limbah zat radioaktif.
4. Ultrasonografi
Sampai saat ini pemeriksaan USG masih dikatagorikan sebagai pemeriksaan yang paling aman bagi pasen. Belum ditemukan gejala- gejala KTD selama pemeriksaan maupun seudah pemeriksaan,
Kesimpulan
Secara system, keselamatan pasen di pelayanan radiologi belum diatur dalam suatu peraturan baik oleh Departemen kesehatan mapun oleh BAPETEN sebagai regulator pelayanan kesehatan dan lembaga pengawasan pemanfaatan radiasi, semua peraturan perundang-undangan hanya mengatur keselamatan terhadap radiasi baik bagi pekerja radiasi, pasen dan lingkungan.
Pelayanan bidang radiologi yang merupakan pelayanan penunjang kesehatan juga perlu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanannya
Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol, terlebih lagi bila di lakukan oleh tenaga yang tidak kompeten atau bukan radiographer.
Untuk itu setiap pengguna, penguasa ataupun pelaksana pelayanan radiologi harus senantiasa merjamin mutu pelayanannya yaitu harus tepat dan aman baik bagi pasien, pekerja maupun lingkungan atau masyarakat sekitarnya.
Kebijakan dan upaya peningkatan mutu pelayanan radiologi pada dasarnya juga sama seperti kebijakan pelayanan kesehatan umumnya yang mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasen antara lain :
- Regulasi perizinan penyelenggaraan radiologi
- Standar Pelayanan Radiologi.
- Pemantapan jejaring pelayanan radiologi
- Penyelenggaraan quality assurance
- Penetapan dan penerapan berbagai stándar pelayanan radiologi
- Pemenuhan persyaratan dalam standar
- Pelaksanaan akreditasi pelayanan radiologi (radiodiagnostik dan radioterapi)
- Peningkatan pengawasan pelaksanaan pelayanan radiologi baik oleh pusat yang dilakukan oleh Depkes dan Bapeten maupun oleh daerah
-Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Pengembangan Teknik Pemeriksaan Radiologi
Upaya
peningkatan mutu di bidang pelayanan radiologi harus dilakukan baik
untuk kepentingan diagnostik maupun untuk pengobatan, agar dengan
demikian selain dapat memberikan mutu pelayanan yang tepat dan teliti,
sekaligus dapat meminimalkan “interpersonal discrepancies” dan
“intrapersonal disagreement” serta dapat memberikan perlindungan
maksimal terhadap keselamatan pasien, petugas dan lingkungan, walaupun
tidak secara tegas tersurat.
Implementasi Keselamatan pasen pada tiap modalitas imajing.
1. Modalitas dengan sumber Radiasi Sinar-X
a. Hindari manipulasi pasen pada saat posisioning
Terutama pada pasen dengan klinis trauma capitis, Fraktur Columna Vertebralis, trauma tumpul abdomen dan thoraks. Begitu pula pasen dengan fraktur ekstrimitas dengan pemakaian peralatan traksi.
Terutama pada pasen dengan klinis trauma capitis, Fraktur Columna Vertebralis, trauma tumpul abdomen dan thoraks. Begitu pula pasen dengan fraktur ekstrimitas dengan pemakaian peralatan traksi.
b. Pemakaian bahan kontras.radiografi
- Harus ada konsen inform sebelum dilakukan pemasukan bahan kontras
- Harus ada pemeriksaan laboratorium mengenai fungsi ginjal
- Gunakan bahan kontras yang relatip aman
- Harus dilakukan oleh dokter atau didalam pengawasan dokter
- Ada standar kedaruratan medic radiologi
- Teknik pemasukan bahan kontras kadang-kadang membuat KTD pada pemeriksaan radiologi intervensional ( cateterisasi, Lympografi )
- Harus memakai peralatan disposable, terutama pada pemeriksaan intervensional ( Cateter
- Harus dilakukan oleh dokter sub spesialis intervensional untuk mencegah TKD yang lebih serius ( misal putusnya cateter dalam pembuluh darah)
- Perlu dilakukan penanganan khusus pasca pemeriksaan di Ruang Recovery.untuk menghilangkan pengaruh obat anestesi dan penekanan pembuluh darah didaerah bekas insisi ( Odema )
- Harus ada konsen inform sebelum dilakukan pemasukan bahan kontras
- Harus ada pemeriksaan laboratorium mengenai fungsi ginjal
- Gunakan bahan kontras yang relatip aman
- Harus dilakukan oleh dokter atau didalam pengawasan dokter
- Ada standar kedaruratan medic radiologi
- Teknik pemasukan bahan kontras kadang-kadang membuat KTD pada pemeriksaan radiologi intervensional ( cateterisasi, Lympografi )
- Harus memakai peralatan disposable, terutama pada pemeriksaan intervensional ( Cateter
- Harus dilakukan oleh dokter sub spesialis intervensional untuk mencegah TKD yang lebih serius ( misal putusnya cateter dalam pembuluh darah)
- Perlu dilakukan penanganan khusus pasca pemeriksaan di Ruang Recovery.untuk menghilangkan pengaruh obat anestesi dan penekanan pembuluh darah didaerah bekas insisi ( Odema )
c. Minimalisasi dosis radiasi
- Terutama pada penggunaan teknik fluoroscopy pada tindakan radiologi intervensional.( TAE, TAI, PTCD, Cateterisasi, Embolisasi ),
- Pengaturan luas lapangan penyinaran yang diatur sedemikian rupa sehingga cukup seluas obyek yang diperiksa.
- Pengaturan Faktor eksposi yang tepat ( dicatat pada lembar permintaan pemeriksaan radiologi untuk mudah menghitung dosis permukaan yang diterima pasen.
- Pada setiap pasen wanita usia subur sebelum dilakukan pemeriksaan harus ditanya apakah sedang hamil atau tidak bila hamil diminta petimbangan dokter radiologi apakah perlu atau tidak dilakukan.
Jadi pada hakekatnya semua pemeriksaan atau tindakan radiologi harus dilakukan apabila ada permintaan dari dokter yang mengirim dan dilengkapi dengan klinis yang jelas dan dikerjakan sesuai dengan standar operational Prosedur dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
- Terutama pada penggunaan teknik fluoroscopy pada tindakan radiologi intervensional.( TAE, TAI, PTCD, Cateterisasi, Embolisasi ),
- Pengaturan luas lapangan penyinaran yang diatur sedemikian rupa sehingga cukup seluas obyek yang diperiksa.
- Pengaturan Faktor eksposi yang tepat ( dicatat pada lembar permintaan pemeriksaan radiologi untuk mudah menghitung dosis permukaan yang diterima pasen.
- Pada setiap pasen wanita usia subur sebelum dilakukan pemeriksaan harus ditanya apakah sedang hamil atau tidak bila hamil diminta petimbangan dokter radiologi apakah perlu atau tidak dilakukan.
Jadi pada hakekatnya semua pemeriksaan atau tindakan radiologi harus dilakukan apabila ada permintaan dari dokter yang mengirim dan dilengkapi dengan klinis yang jelas dan dikerjakan sesuai dengan standar operational Prosedur dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
2. Magnetik Resonansi Imejing
- Sekrining pasen terhadap bahan metal dan ferromagnetic sebelum pemeriksaan bila perlu dengan metal detector.
- Tidak memasukan peralatan medic berbentuk/berbahan metal ke ruang pemeriksaan MRI.
- Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal bila diperlukan pemeriksaan dengan bahan kontras Gadolium
( Lihat lampiran MRI Safety )
Bila dibandingkan dengan pemeriksaan dengan sinar-x pemeriksaan MRI lebih aman.
3. Pemeriksaan Kedokteran Nuklir
Teknik pemeriksaan Kedokteran Nuklir menggunakan radiosotop baik dalam bentuk cair maupun padat biasa disebut radiofarmaka dan jenis radiasi sumber terbuka. Identifikasi pasen harus diperhatikan pada wanita subur dan ibu menyusui hal ini disebabkan karena radiofarmaka ikut dalam metabolisme tubuh Akibat adanya masukan radiofarmaka maka pasen merupakan sumber radiasi oleh sebab yang terpenting adalah mengetahui tingkat aktivitas dan jenis radioframaka yang diberikan. Selain itu penghentian pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi fungsi radioframaka. Pemakaian radiofarmaka di Instalasi Kedokteran Nuklir membutuhkan penanganan khusus, apabila terjadi kontaminasi termasuk pengolahan limbah zat radioaktif.
4. Ultrasonografi
Sampai saat ini pemeriksaan USG masih dikatagorikan sebagai pemeriksaan yang paling aman bagi pasen. Belum ditemukan gejala- gejala KTD selama pemeriksaan maupun seudah pemeriksaan,
Kesimpulan
Secara system, keselamatan pasen di pelayanan radiologi belum diatur dalam suatu peraturan baik oleh Departemen kesehatan mapun oleh BAPETEN sebagai regulator pelayanan kesehatan dan lembaga pengawasan pemanfaatan radiasi, semua peraturan perundang-undangan hanya mengatur keselamatan terhadap radiasi baik bagi pekerja radiasi, pasen dan lingkungan.
Hal
ini mungkin disebabkan belum tersosialisasinya system keselamatan pasen
walaupun secara structural sudah Rumah sakit yang memiliki
Komisi/Komite keselamatan pasen dan melakukan sosialisasi dalam bentuk
pelatihan-pelatihan, seminar tentang keelamatan pasen.
Dari
kenyataan tersebut adalah tugas profesi yang berkompeten dibidang
radiologi apakah itu PDSRI dan PARI untuk membantu pemerintah dalam hal
ini Kementerian Kesehatan untuk membuat peraturan ataupun pedoman yang
membahas tentang keselamatan pasen di pelayanan radiologi. Namun
demikian walaupun belum ada peraturan perundang-undangan tentang
keselamatan pasen di pelayanan radiologi diharapkan Radiografer tetap
komitmen terhadap keselamatan pasen dengan melaksanakan dan mentaati
semua peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di bidang pelayanan
radiologi agar mutu pelayanan radiologi tetap terjamin kualitasnya dan
semakin meningkat apabila diterapkannya system Keselamatan Pasen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar